Beranda / Tajuk / Pusat, Berkonsultasilah dengan Aceh

Pusat, Berkonsultasilah dengan Aceh

Minggu, 16 Februari 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

DIALEKSIS.COM | Tajuk - Pemerintah pusat harus diingatkan tentang sesuatu yang istimewa untuk Aceh. Pemerintah pusat tidak boleh mengabaikan keinginan rakyat Aceh ketika hendak mengambil sebuah keputusan untuk Aceh. Karena ikatan untuk membangun kebersamaan itu sudah tercantum dalam MoU Helsinki. 

Pemerintah Pusat dan Aceh tentunya harus mampu membangun rasa saling percaya. Jangan melepaskan “kepala” namun ekornya tetap dipegang, sehingga rasa kepercayaan itu hilang. 

Karena membangun rasa percaya itu sudah ada sebuah ikatan, merujuk UUPA mewujudkan rasa percaya itu dalam bentuk konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh dan atau Gubernur Aceh. 

Bahkan, tata cara konsultasi dan pemberian pertimbangan sudah ada aturannya yaitu Peraturan Presiden Nomor 75/2008.

Pemberlakuan kebijakan administratif terkait pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi misalnya, BBM dengan menggunakan barcode itu sejak 1 Juli 2002. Pemerintah pusat untuk diberlakukan di Aceh, seharusnya meminta pertimbangan Gubernur Aceh. Namun pusat “mengabaikan” Aceh.

Akibatnya, sejak dimulai uji coba di Banda Aceh (19 Juli 2022) hingga diperluas ke seluruh kabupaten/kota di Aceh (26 Desember 2022), keluhan demi keluhan dari masyarakat terus bermunculan. Dari waktu ke waktu dan dari berbagai pihak, baik itu warga pengguna kendaraan maupun oleh petani dan nelayan yang membutuhkan dukungan BBM subsidi, keluhan itu nyaring terdenga. 

Puncak dari keluhan dan protes masyarakat itu berujung disuarakan penghapusan sistem barcode saat pembelian BBM subsidi oleh Gubernur Aceh, Mualem dalam pidato perdananya. 

Gubernur Aceh menunjukan semangatnya untuk menghapus sistem barcode BBM subsidi itu, karena dia ingin mengakhiri kesusahan rakyat Aceh dalam mendapatkan BBM. Dimana BBM sangat dibutuhkan masyarakat untuk mendukung mobilitas dan usaha. 

“Sesuai sumpah, kami bertugas mensejahterakan rakyat, membahagiakan rakyat, bukan menyusahkan rakyat,” tegas Mualem yang didengar langsung oleh Mendagri Tito Karnavian, termasuk mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla. 

Pidato yang mengangkat suara protes masyarakat Aceh itu tidak semata soal sistem barcode yang mesti dihapus di Aceh. Hakikat sejatinya adalah ajakan agar Pemerintah atau Pusat kembali mengingat tekad bersama untuk membangun rasa saling percaya dalam menjalankan Pemerintahan Rakyat Aceh. 

Gubernur Aceh memang tidak sebatas kepala daerah melainkan juga wakil pemerintah (pusat). tetapi, sebagai kepala pemerintah, gubernur harus mendengar suara hati rakyatnya dan pusat tidak boleh abai begitu saja walau soal pengaturan BBM ada ditangan pemerintah. 

Mumpung saat ini berbagai pihak sedang menunggu revisi terhadap Perpres 191/2014, maka ada baiknya Pemerintah melalui ESDM, BPH Migas meninjau ulang pemberlakukan aplikasi MyPertamina dan barcode untuk mengendalikan BBM Bersubsidi. 

Untuk Aceh, sebaiknya dimintai pertimbangannya kepada Gubernur Aceh. Jangan lupakan Aceh sudah punya sebuah ikatan dengan pusat, apalagi kebijakan itu menyangkut tentang hajat hidup orang banyak di bumi Aceh. Sudah menjadi keharusan pemerintah pusat mendengarkan apa keinginan rakyat Aceh melalui pemimpinnya.

Bila itu mampu dijalankan pemerintah pusat, rasa saling percaya antara Aceh dengan pusat akan terbina dengan baik, pemerintah pusat sudah saatnya menghilangkan sikap “melepaskan” kepala namun ekor tetap dipegang.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI