Selasa, 22 Juli 2025
Beranda / Tajuk / Skandal Barang Bukti Hilang: Panwaslih Gagal Jaga Marwah Hukum!

Skandal Barang Bukti Hilang: Panwaslih Gagal Jaga Marwah Hukum!

Senin, 21 Juli 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi
Ilustrasi hilangnya barang bukti uang 18 juta Panwaslih Banda Aceh. Foto: desain Dialeksis.com

DIALEKSIS.COM | Tajuk - Dalam sistem hukum yang sehat dan berintegritas, barang bukti adalah fondasi utama bagi tegaknya keadilan. Ia bukan sekadar pelengkap proses hukum, tetapi elemen vital yang menentukan arah dan nasib sebuah perkara. Maka, hilangnya barang bukti uang tunai dalam perkara dugaan politik uang di Banda Aceh, adalah kejanggalan yang tak bisa ditoleransi, apalagi dimaklumi.

Kasus ini bukan hanya memalukan, tetapi juga menohok akal sehat publik. Barang bukti berupa uang tunai Rp18 juta, yang disita resmi dalam proses penindakan dugaan pelanggaran pemilu, dinyatakan raib tanpa penjelasan rasional. Ia menguap saat berada di ruang yang semestinya paling steril dari praktik kelalaian maupun manipulasi: kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Kota Banda Aceh.

Kita tak sedang berbicara soal kehilangan stapler di meja kerja atau berkas yang tercecer di lemari tua. Ini adalah barang bukti perkara pidana dalam konteks pelanggaran demokrasi pula. Raibnya uang sitaan dalam perkara politik uang membuka kemungkinan serius terjadinya pelanggaran hukum, pengaburan proses peradilan, bahkan sabotase terhadap proses demokrasi itu sendiri.

Ironisnya, alih-alih terbuka dan segera menindaklanjuti dengan serius, peristiwa ini justru terkesan coba dikecilkan. Tidak ada langkah hukum yang segera terlihat. Tidak ada konferensi pers yang menyejukkan keraguan publik. Yang muncul justru kebingungan administratif dan penjelasan yang makin membingungkan.

Lembaga pengawas pemilu semestinya menjadi simbol independensi dan penjaga marwah demokrasi. Ketika institusi ini justru menjadi titik tumpul dalam proses penegakan hukum, maka kepercayaan publik terancam ambruk. Bukankah justru lembaga seperti ini yang seharusnya menegakkan standar etik tertinggi?

Lebih buruk lagi, hilangnya barang bukti bisa menghambat proses hukum yang sedang berjalan, bahkan membuka jalan bebas bagi pelaku kejahatan pemilu. Dalam konteks politik uang, ini bukan soal nominal semata, tetapi prinsip keadilan dan integritas proses demokrasi. Tanpa bukti, bagaimana mungkin pelaku dijerat? Tanpa kejelasan penanganan, bagaimana mungkin publik percaya?

Tak pelak, kasus ini berpotensi masuk ke ranah pidana. Aparat penegak hukum tak bisa sekadar menjadi penonton atau penerima laporan. Mereka wajib bertindak. Penyelidikan internal tak cukup. Harus ada proses hukum terbuka yang menyentuh siapa pun yang bertanggung jawab atas hilangnya barang bukti ini. Jika tidak, maka kita sedang menyaksikan contoh telanjang bagaimana keadilan bisa dilumpuhkan dari dalam sistem itu sendiri.

Ada konsekuensi besar dari pembiaran. Ke depan, bukan mustahil setiap perkara bisa disabotase cukup dengan "menghilangkan" barang bukti. Ini preseden buruk. Jika ini tidak ditindak tegas, maka praktik serupa akan menjalar ke institusi lain. Di tengah kondisi demokrasi yang kian fragile, kasus semacam ini bisa menjadi bom waktu.

Reformasi kelembagaan harus segera dimulai. Pengelolaan barang bukti mesti berada dalam sistem pengawasan berlapis, tidak cukup hanya dengan prosedur standar yang mudah diabaikan. Harus ada sistem digitalisasi, rekam jejak akses, dan sanksi tegas jika terjadi pelanggaran. Panwaslih dan lembaga sejenis tidak bisa lagi mengandalkan etika individual semata, sistemnya harus dibuat tahan banting.

Namun yang lebih penting dari itu semua adalah keberanian moral. Hukum tidak akan pernah bisa tegak di tangan para pengecut. Ketika sistem sudah rusak, hanya keberanian menegakkan kebenaran yang bisa menjadi jalan keluar. Kasus ini harus menjadi momentum perbaikan menyeluruh.

Negara tidak boleh diam. Sebab ketika negara abai, publik akan percaya bahwa keadilan hanya mitos yang dibaca di buku pelajaran, bukan kenyataan yang bisa mereka saksikan. Dan jika sudah sampai pada titik itu, maka tak ada lagi yang bisa diandalkan dari demokrasi.

Barang bukti yang hilang bukan hanya soal benda yang lenyap. Ia adalah cermin buram dari kualitas integritas penegakan hukum kita. Dan dari cermin itu, kita semua sedang melihat wajah sistem keadilan yang kehilangan daya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI