IPDN Aceh Batal, Akademisi: Pemerintah Gagal Jaga Peluang Pembangunan
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Dosen FISIP UIN Ar-Raniry, Muazzinah, B.Sc., MPA. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pembangunan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Aceh Gagal dibangun. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) menyurati Gubernur Aceh terkait hasil rapat rencana pembentukan IPDN Kampus Aceh dan IPDN Kampus Sumatera Selatan.
Dosen FISIP UIN Ar-Raniry, Muazzinah, B.Sc., MPA mengatakan, makanya kan sebenarnya kan pemerintah Aceh harus mengkaji secara utuh.
“Apa kelebihannya untuk Aceh dan apa yang menjadi hal yang krusial baik itu untuk generasi Aceh terkait masalah Sumber Daya Manusia (SDM), yang nantinya ini disebut Praja yang tidak perlu lagi harus pergi ke daerah lain,” sebutnya kepada Dialeksis.com, Selasa (23/11/2021).
Tapi, Kata Muazzinah, tidak semua hal untuk pembangunan di Aceh tidak hanya bicara kuantitas saja.
“Semua harus ada di Aceh, tapi maintenance nya tidak ada, kan ini juga anak yang ingin sekolah di IPDN itu tidak hanya anak Aceh, banyak juga dari luar daerah, jika kita tidak siap secara keseluruhan, yang ada nama Aceh juga jadi buruk,” ujarnya.
Sebenarnya disini juga kita tidak bicara masalah kuantiti saja, Namun, Kualiti nya, sebutnya.
“Kalaupun IPDN tidak ada di Aceh, itu tidak apa-apa. Tapi kuota anak Aceh, harus banyak yang lulus sebagai Praja-Praja di IPDN mana saja yang ada di seluruh Indonesia,” katanya.
Kemudian, Muazzinah menyampaikan, secara masyarakat memang sebenarnya tidak terlalu berpengaruh juga dengan pembatalan ini, namun kalau dilihat secara komprehensif memang banyak juga disitu.
“Karena bakal banyak tenaga kerja disitu, perputaran ekonomi, dan sebagainya,” ujarnya.
Sebenarnya dari pertama, Muazzinah menjelaskan, pembangunan IPDN di Aceh sudah dilihat secara lokasi, pertama dari Bireuen yang disebut tidak cocok kriterianya.
“Secara Administratif kalau memang itu menjadi alasannya, pemerintah juga harus memberikan alasan yang lebih konkrit secara Admisnistratif,” jelasnya.
Muazzinah mengatakan, secara pemerintah Aceh inilah yang dibutuhkan Deal to Deal secara bergaining secara Politik.
“Harusnya disinilah pemerintah Aceh bisa menyombongkan diri, secara Aceh punya Otsus dan Anggaran yang besar, harusnya bisa Deal to Deal disini, dan IPDN itu bisa terbangun di Aceh, jika memang IPDN ini masuk dalam skala Prioritas,” sebutnya.
Karena itu, Kata Muazzinah, harus ada pengkajian yang lebih mendalam terkait hal-hal seperti ini. Daripada dana Aceh itu terus SiLPA. “Mungkin dalam hal ini sudah masuk ranah DPRA, karena mereka yang lebih paham,” jelasnya.
Muazzinah menyampaikan, jadi karena itu harus ada sebuah alasan konkrit dari terkait batalnya IPDN di Aceh. “Karena itu juga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh harus bisa bersinergi dalam hal ini,” tukasnya.
Muazzinah mengatakan, jangan sampai timbul stigma yang lain dari masyarakat terkait hal ini. “Dalam hal ini, jika batal-batal terus di Aceh, kita bisa melihat, bahwa personnya Aceh ini tidak baik dan tidak bisa menjaga peluang, kalau memang peluang seperti ini merupakan sebuah kepentingan Aceh, harusnya pemerintah Aceh harus memperjuangkan hal-hal seperti ini,” pungkasnya. [ftr]