DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Kepedulian terhadap lingkungan tidak harus menunggu usia dewasa. Hal ini dibuktikan oleh para siswa SDN Peunaga Cut Ujong, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, yang ikut ambil bagian dalam aksi nyata menjaga kelestarian alam melalui kegiatan pemilahan sampah dan penanaman manggrove di pesisir setempat.
Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kolaborasi antara dosen Universitas Teuku Umar (UTU) dengan pihak sekolah, dalam rangka implementasi Program Hibah Internal Skim Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Riset (PKMBR) tahun 2025.
Setelah sebelumnya dilakukan sosialisasi awal bersama para guru, kali ini fokus diarahkan pada pembelajaran kontekstual di kelas dan praktik langsung di lapangan.
Sejak pagi, puluhan siswa tampak bersemangat mengikuti kegiatan yang dipandu oleh tim dosen UTU. Dengan seragam sekolah dan wajah ceria, mereka membawa bibit mangrove dan perlengkapan sederhana untuk menanam.
Suasana pun kian hidup saat anak-anak menyusuri pesisir, sebagian besar baru pertama kali merasakan pengalaman menanam mangrove.
“Seru sekali bisa ikut menanam pohon di laut. Kami jadi tahu kalau mangrove itu bisa menahan ombak dan melindungi rumah-rumah di dekat pantai,” ujar Rani, salah seorang siswi kelas V dengan nada polos penuh kebanggaan.
Pengalaman langsung ini membuat siswa lebih mudah memahami manfaat menjaga alam. Mereka tidak hanya sekadar mendengar teori di kelas, tetapi benar-benar merasakan prosesnya.
Nurhayati, guru SDN Peunaga Cut Ujong, menyampaikan bahwa kegiatan ini memberikan dampak positif yang signifikan. Menurutnya, anak-anak lebih cepat mengingat pembelajaran ketika mereka terlibat secara langsung.
“Melalui kegiatan ini, anak-anak tidak hanya belajar mencintai lingkungan secara teori, tetapi juga mempraktikkannya langsung. Mereka jadi lebih sadar bahwa menjaga alam adalah tanggung jawab bersama,” ungkap Nurhayati.
Ia menambahkan, penerapan pembelajaran berbasis pengalaman seperti ini sangat membantu guru dalam menanamkan nilai karakter.
"Ketika mereka terbiasa memilah sampah dan menanam pohon sejak kecil, kebiasaan itu akan terbawa sampai dewasa,” katanya.
Tim dosen UTU yang terlibat menjelaskan bahwa fokus kegiatan diarahkan pada dua aspek utama, yaitu kemampuan memilah sampah dan praktik penanaman mangrove.
Kedua aspek tersebut dipilih karena memiliki relevansi tinggi dengan kondisi masyarakat pesisir yang kerap menghadapi persoalan lingkungan.
“Pemilahan sampah menjadi keterampilan penting karena sebagian besar wilayah pesisir masih menghadapi masalah sampah rumah tangga. Sementara itu, mangrove berfungsi vital sebagai benteng alami dari abrasi dan tsunami,” ujar salah satu dosen UTU, Rahmawati yang mendampingi kegiatan.
Lebih jauh, model pembelajaran kontekstual yang diterapkan ini diharapkan bisa menjadi praktik baik untuk sekolah-sekolah lain di Aceh Barat.
Kolaborasi semacam ini bukan hanya menambah pengetahuan kognitif siswa, tetapi juga membentuk sikap peduli serta kebiasaan positif dalam kehidupan sehari-hari.
Kepala sekolah SDN Peunaga Cut Ujong juga menyampaikan apresiasinya kepada UTU atas sinergi yang terjalin. Menurutnya, keberlanjutan program ini sangat penting agar anak-anak tidak hanya berhenti pada satu kali kegiatan.
"Kami berharap kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut dan menjadi bagian dari pembelajaran rutin. Anak-anak kami akan lebih mencintai lingkungan jika diberikan kesempatan belajar langsung seperti ini,” pungkasnya.