Pengamat Kebijakan Publik: Sekda Jangan Sewenang-Wenang Tidak Taat Aturan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
DIALEKSIS.COM| Banda Aceh - Pernyatan Sekda Aceh Taqwallah tentang dana refocusing tahun 2020 senilai Rp 2 trilyun dapat dipergunakan bukan hanya untuk penangangan Covid-19, mendapat reaksi dari berbagai pihak.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Nasrul Zaman menilai, kalau dana refocusing 2020 bisa digunakan untuk kepentingan lain selain untuk penanganan dan pencegahan covid-19 merupakan bentuk kesewenangan dan tidak taat aturan.
Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) ini kepada Dialeksis.com, Jumat (08/08/2021) menjelaskan, aturan tentang penggunaan dana Covid-19 itu jelas diatur dalam undang-undang. Bukan dipergunakan sesuai kehendak.
Nasrul Zaman menyebutkan regulasinya; PERPU No. 01 thn 2020 tentang Keuangan Negara akibat covid-19, Inpres No. 04 tahun 2020 tentang refocusing dan Peraturan Bersama Mendagri dan Menkeu No. 119/2813/SJ No. 177/KMK.07/2020 tentang percepatan penyesuaian APBD untuk penanganan covid-19.
Peraturan ini jelas menyebutkan 3 rasionalisasi yaitu rasionalisasi belanja pegawai, belanja barang/jasa min 50% dan rasionalisasi belanja modal min 50%.
“Hasil rasionalisasi jelas disebutkan harus digunakan untuk 3 hal; belanja kesehatan dalam penanganan covid-19, penyediaan social safety net dan penanganan dampak ekonomi atau economic recovery,” jelas Nasrul Zaman.
“Aturan yang ada tersebut menjelaskan kalau pernyataan dan argumen sekda Aceh itu "ngaco" dan terkesan "ngeles" alias mencari pembenaran tanpa dukungan regulasi,” jelasnya.
Sikap sekda Aceh itu jangan sampai juga menjadi sikap Gubernur Aceh karena bisa berbahaya dalam manajemen kebijakan anggaran dan berdampak hukum yg merugikan Gubernur sebagai Kepala Daerah, kata Nasrul.
“Bagi saya sejak awal sudah melihat kalau Sekda Aceh ini tidak berkualitas dan hanya menjadi "parasit" dalam pemerintahan Gubernur Nova Iriansyah. Sudah tidak layak dipertahankan apalagi keberanian sekda Aceh itu berbohong di parlemen DPRA merupakan sikap yang tidak terpuji dan menghina wakil rakyat,” Nasrul Zaman.
Bagi DPRA sendiri, pernyataan sekda Aceh tentang dana refocusing dapat digunakan untuk keperluan remeh temeh aparatur pemerintah seperti membeli mobil dan lainya, merupakan wujud pengelolaan dana rakyat yang sewenang-wenang meski aturan diatasnya telah mengatur mekanisme pengelolaan anggaran refocusing.
“Sudah saatnya DPRA berpihak ke rakyat dengan membentuk Pansus kemudian segera lakukan hak angket agar semua terbuka dan diketahui rakyat,” pinta Nasrul.
Seperti diberikan Dialeksis.com sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, menjelaskan bahwa dana refocusing tahun 2020 yang berjumlah 2 triliun lebih tidak harus digunakan untuk penanganan Covid-19.
Dalam penjelasan rilis, Sekda Taqwallah selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR Aceh, Rabu malam, 4 Agustus 2020, menjelaskan soal dana refocusing yang dipakai untuk belanja aparatur di Pemerintah Aceh, seperti rehab gedung Sekda Aceh dan pembelian mobil di beberapa Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Menurut Taqwallah, selama ini pihaknya membedakan antara pengertian dana refocusing dengan dana penanganan covid.
“Jadi, pengertian refocusing kita mencoba bagi, ada kegiatan penanganan covid, itu kita istilahkan penanganan covid, bukan refocusing. Yang penanganan covid ya namanya penanganan covid. Kalau saya, saya pisahkan,” kata Taqwallah.
“Kami lebih mengistilahkan dana penanganan covid. Jadi, refocusing itu tidak identik dengan dana penanganan covid. Mungkin di situ kita beda,” sebut Taqwallah. (baga)