Polemik Tanah HGU PT CA, Begini Kata Akademisi
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT Cemerlang Abadi di Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). [Foto: ANTARA/HO]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik distribusi lahan eks HGU PT Cemerlang Abadi (PT CA) di Aceh Barat Daya (Abdya) terus menjadi sorotan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Suhaimi, SH, M.Hum menjelaskan, bahwa yang namanya HGU itu diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara kemudian begitu subjek dari pemegang HGU itu tidak ada lagi (sudah hapus) kewenangannya juga tidak ada lagi atau sudah berakhir.
"Apakah berakhirnya karena jangka waktunya sudah habis, apakah karena keputusan pengadilan atau karena kewajiban yg disyaratkan tidak terpenuhi. Dengan demikian tanah tersebut menjadi tanah negara. Dengan begitu, tanah negara sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Agraria (Kementerian ATR/BPN),” jelasnya saat diwawancara Dialeksis.com, Selasa (24/5/2022).
“Jikalau dalam kasus yang Bupati Abdya membagikan tanah tersebut kepada masyarakat, maka itu tidak dibenarkan, karena Bupati tidak punya kewenangan sama sekali,” tambahnya.
Lanjutnya, Dia menjelaskan, dalam hal ini Bupati Abdya harus berkoordinasi atau konsultasi terlebih dahulu dengan Kementerian ATR/BPN.
“Jika memang dibolehkan dari Kementerian (Surat Tertulis Resmi), maka Bupati Abdya baru diperkenankan untuk memberikannya tanah tersebut kepada yang ditujukan, yang nantinya orang yang diberikan tanah tersebut juga secara administrasi harus menyerahkan berkas atau mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan (sesuai dengan hak atas tanah yang diajukan dan luasnya hak). Kewenangan Bupati hanya mengatur saja kepada siapa (subjek hukum) yang akan diberikan, karena Bupati lah (Pemerintah Daerah) yang punya data kepada siapa lebih berhak diberikan," jelasnya.
"Nanti kalau permohonan haknya sudah dikabulkan akan ada yang namanya Surat Keputusan Pemberian hak (SKPH),” lanjutnya.
Kemudian, Dirinya menjabarkan, terhadap HGU minimal itu 5 Hektar dan dapat diberikan kepada Badan Hukum dan sesuai dengan peruntukannya (untuk Pertanian, Perikanan atau Peternakan). Kalau dibawah 5 Hektar maka itu dapat diberikan kepada orang per orangan dan statusnya bisa Hak Milik. Tapi kalau untuk Badan Hukum tidak dapat diberikan Hak Milik (kecuali badan hukum tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan).
“Jikalau dilanggar (Bupati memberikannya kepada masyarakat), maka dalam hal ini Bupati bisa dikenakan Sanksi Pidana, karena nanti akan terjadi penguasaan hak atas tanah oleh yang tidak berhak, atau memanfaatkan tanah negara tanpa izin atau tanpa hak", tambahnya.
Dirinya mencontohkan, seperti kasus pemanfaatan Tanah Negara di pinggiran Krueng Aceh atau Krueng Lamnyong. “Dikawasan tersebut banyak sekali cafe-cafe atau usaha yang didirikan disana (yang sekarang sudah dibongkar), karena itu Tanah Negara dan tidak boleh dimanfaatkan secara sepihak tanpa ada izin dari negara,” sebutnya.
Peraturan yang berlaku mengenai kewenangan pemberian hak atas tanah
Dirinya menyebutkan, hal tersebut semua sudah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.
“Jadi dalam Perkaban No. 2 tahun 2013 sudah diatur pelimpahan kewenangan siapa yang memberikan hak atas tanah,” sebutnya.
Himbauan dan pesan ke masyarakat
“Terkadang masyarakatkan maunya yang praktis-praktis saja, namun masyarakat tidak tahu statusnya tanahnya, terkadang kita kasihan, karena sudah menghabiskan uang banyak, malah sampai puluhan juta, mendirikan usaha dan tiba-tiba harus dibongkar", sebutnya.
Dirinya menghimbau agar masyarakat memperhatikan peraturan perundang-undang yang berlaku. [ftr]