Sertifikat Vaksin! Redupkan Pilihan Warga
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Pengamat Pemerintahan Aceh, Dr Dahlawi. [Foto: Dialeksis/Nora]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengamat Pemerintahan Aceh Dahlawi mengatakan, sertifikat vaksin tak boleh menjadi penghambat terhadap suatu pelayanan publik.
Kebijakan pemerintah melalui aplikasi PeduliLindungi, kata dia, jangan dijadikan alat penekanan vaksinasi terhadap masyarakat.
Ia menyebutkan jika fenomena kebijakan masuk kantor harus divaksin terlebih dahulu telah merubah tatanan vaksinasi yang bentuknya sudah bukan lagi untuk kesehatan.
"Masuk kantor saja harus ada sertifikat vaksin. Seolah-olah vaksin bukan lagi persoalan kesehatan, vaksin jadi syarat untuk bisa mengakses layanan publik," ujar Dahlawi kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (4/11/2021).
Ia menuturkan, walaupun pemerintah sekonyong-konyong mengeluarkan kebijakan sertifikat vaksin, himbauan dan arahan untuk mengedukasi masyarakat soal vaksinasi harus lebih diutamakan.
"Pemerintah, walau dengan berbagai cara pun tidak bisa memaksa masyarakat. Karena masyarakat juga khawatir, dan mempertanyakan sejauh mana keamanan vaksin. Hari ini saja, keamanan vaksin masih belum ada yang bisa menjawab," jelasnya.
Dahlawi menegaskan, di kondisi hari ini, pemerintah hanya memacu pada kuantitas vaksinasi, pemerintah tidak memedulikan aspek kualitas.
Berdasarkan fakta lapangan, ungkapnya, ada seorang anak sekolahan yang mau ikut ujian. Anak ini sudah siap divaksin, namun petugas medis menolak karena ada riwayat penyakit amandel.
Pihak rumah sakit, kata Dahlawi, telah mengeluarkan surat pernyataan. Sesaat setelah disampaikan ke gurunya, pihak guru tidak mau terima, tetap pilihannya harus sertifikat vaksin.
"Ini anak mau ikut ujian, padahal sudah diberi keterangan bahwa dia karena amandel nggak bisa divaksin. Tapi kepala sekolahnya nggak mau dengar," tuturnya.
Akibat penekanan sertifikat vaksin oleh pemerintah sebagai syarat akses ke layanan publik atau sekedar masuk kantor, Dahlawi menegaskan, masyarakat yang ikut vaksin sekarang bukan lagi atas kerelaan, tapi sudah di bawah paksaan.
"Ketidaksiapan tubuhnya untuk vaksin, tapi karena kebutuhan (masuk kantor/akses ke layanan publik) dia lakukan, maka siapa yang akan bertanggungjawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nanti," tegasnya.
"Nggak apa-apa kalau ada yang mau bertanggungjawab. Tapi ini kan nggak ada. Bagaimana dengan nanti," sambungnya.
Dahlawi menegaskan, agar pemangku kekuasaan tidak membuat kebijakan yang bisa mengorbankan masyarakat. Pemerintah diharapkan melindungi masyarakat dengan lebih bijak.