Kamis, 11 September 2025
Beranda / Celoteh Warga / Beginilah Strategi Militer AS Menyerang Quallah Battoo

Beginilah Strategi Militer AS Menyerang Quallah Battoo

Minggu, 27 Juli 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Risman A Rachman

Risman A Rachman. Foto: dok pribadi 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada awal abad ke-19, kekuatan maritim Amerika Serikat mulai menunjukkan taringnya di lautan lepas. Salah satu ekspedisi yang paling mencolok sekaligus paling kontroversial adalah serangan ke Quallah Battoo--nama lama untuk Kuala Batee di pantai barat Sumatra, wilayah Kesultanan Aceh.

Kisah ini bermula dari murka daerah yang berubah menjadi amarah negara. Pada Februari 1831, kapal dagang Friendship milik Amerika diserang saat membeli lada di Kuala Batee. Kapal dirampok, awaknya dibunuh dan ditahan. Peristiwa itu menggemparkan Kongres AS dan memicu kemarahan Presiden Andrew Jackson. Dalam kapasitasnya sebagai panglima tertinggi, Jackson memerintahkan satu tindakan tegas: kirim kapal perang ke Sumatra dan beri pelajaran keras.

Maka berangkatlah USS Potomac, yang dipersenjatai penuh di bawah pimpinan Kapten John Downes, seorang veteran yang telah bertugas dalam Perang 1812. Tapi ini bukan sekadar pelayaran biasa. Downes diberi keleluasaan untuk menentukan bentuk tindakan--diplomasi, intimidasi, atau kekerasan terbuka.

Potomac berlayar dari pantai timur AS, menyusuri Atlantik, singgah di Brasil, lalu mengelilingi Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebelum menuju Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra. Total perjalanan ini menempuh lebih dari 20.000 mil laut, membentang lintas tiga samudra.

Namun kekuatan senjata saja tak cukup. Downes tahu, tiba-tiba muncul dengan kapal perang dan bendera Amerika akan memicu perlawanan terbuka dari rakyat Aceh, yang dikenal gigih mempertahankan kedaulatan.

Inilah strategi Downes: Kamuflase

Setibanya di lepas pantai Kuala Batee, semua meriam kapal ditarik ke bawah dek. Lubang tembak ditutup rapat. Bendera AS diturunkan, diganti dengan bendera Belanda. Namun, akhirnya diganti dengan bendera Denmark. Bendera Denmark dinilai lebih netral, sedangkan bendera Belanda dikuatirkan masih mungkin memicu ketegangan dari pihak Aceh. 

Dengan penyamaran ini, Potomac bisa merapat ke pantai tanpa menimbulkan kecurigaan. Penduduk setempat mengira itu kapal dagang biasa. Sebagian awak pun diturunkan ke darat, berpura-pura menjadi pedagang lada. Tapi misi mereka jelas: memetakan wilayah pertahanan, memata-matai benteng, dan menentukan titik-titik lemah.

Serangan Fajar: 6 Februari 1832

Setelah semua siap, Downes memberi perintah. Pagi-pagi buta, 6 Februari 1832, sekitar 282 marinir dan pelaut bersenjata lengkap mendarat secara diam-diam. Serangan dimulai ketika penduduk masih tertidur. Target utama adalah tiga benteng utama di Quallah Battoo.

Pertempuran terjadi dengan cepat dan brutal. Dalam waktu kurang dari tiga jam melakukan serangan darat, seluruh pertahanan hancur. Menurut laporan kontemporer, antara 80 hingga 150 pejuang lokal tewas, sementara di pihak AS hanya dua orang yang gugur. Kota dibakar, dan kapal Potomac kembali ke laut dengan pesan: kapal dagang Amerika tidak boleh diganggu.

Strategi Total Tanpa Negosiasi

Berbeda dari operasi-operasi lain yang kerap disertai surat peringatan atau ultimatum, misi ini dijalankan tanpa diplomasi. Tidak ada pertemuan dengan sultan, tidak ada negosiasi damai. Serangan langsung, cepat, dan mendadak menjadi ciri khas misi ini. Ini mencerminkan prinsip militer Presiden Jackson yang keras: strike first, ask later.

Dalam kacamata militer, strategi Downes dianggap sukses--efisien dan tuntas. Dalam waktu tujuh jam operasi (dari turun hingga kembali) Kuala Batee tidak bisa lagi membalas. Tapi secara moral dan politik, serangan ini malah menuai kritik di dalam negeri AS. Sejumlah media menyebutnya aksi biadab, apalagi karena sebagian besar korban diduga warga sipil.

Meskipun serangan itu diklaim sebagai aksi balas dendam atas pembunuhan pedagang AS, banyak sejarawan melihatnya sebagai awal dari intervensi asing yang lebih luas di wilayah Aceh. Beberapa dekade kemudian, Belanda melancarkan invasi penuh terhadap Kesultanan Aceh yang berlangsung selama puluhan tahun.

Serangan ke Quallah Battoo menjadi precedent militer pertama AS di Asia Tenggara, dan membentuk pola operasi yang kelak dipakai lagi dalam ekspansi maritimnya.

Sumber: Karen Goodrich-Hedrick dan John D. Hedrick, “Cruise of the United States Frigate Potomac.”

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
bpka - maulid
bpka