DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - "Loen meupikiran, han ie tem teungeut," kata Kak Ana.
Itu bukan soal empat pulau. Tapi, soal warga yang masih belum memiliki rumah yang layak tinggal.
Ceritanya, Kak Ana yang rajin mengunjungi warga menemukan masih ada yang perlu dibantu untuk mendapatkan rumah layak huni.
Jadi, kemarin di Meuligoe Gubernur Aceh, Kak Ana memimpin rapat yang menghadirkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh, Badan Baitul Mal Aceh, dan Bank Aceh.
Kak Ana mengajak semua pihak untuk bersolidaritas membangun rumah layak huni bagi warga yang membutuhkannya.
Ajakan itu disambut baik, khususnya oleh Perkim Aceh. Kadis Parkim, T Aznal Zahri menyatakan kesiapannya mewujudkan rumah layak huni bagi warga yang memang memenuhi syarat untuk mendapatkannya.
Pendekatan kolaborasi itu tentu akan sangat membantu. Saya kira, Kak Ana perlu memperluas ajakan mencakup kampus, masyarakat, dan media juga.
Atau, apa yang kerap disebut pendekatan Pentahelix: pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha dan media.
Masing2 mereka dapat berperan secara khusus sesuai bidangnya.
Dengan begitu, jika ada keluhan dapat dengan mudah diselesaikan, termasuk keluhan terkait calo. Dan, yang lebih penting, dukungan kepada warga ini arus besarnya adalah usaha mengatasi kemiskinan.
Itu artinya, dukungan yang diberikan mesti menjadi faktor penggerak warga untuk tumbuh menjadi lebih baik lagi baik secara status sosial budaya maupun status ekonomi.
Karena itu memang tidak akan kuat jika Pemerintah yang menanggungnya sendiri. Beban berat ini mesti dibagi-bagi secara profesional sehingga tidak membebani melainkan membahagiakan karena bisa membantu warga sekaligus bahagia karena melihat warga tumbuh berkembang hidupnya.
Apa sih kebahagiaan yang sejati itu? Ya ketika kita bisa melihat saudara kita yang lain keluar dari krisis yang tak mampu diatasinya sendiri. Kak Ana, pada saat itulah wajah kita bisa melihat ke langit seraya berucap: "alhamdulillah!"