Beranda / Celoteh Warga / Topi Koboi

Topi Koboi

Senin, 03 Februari 2025 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Mirza Ferdian
Topi Koboi. [Foto: ubuy]

DIALEKSIS.COM | Celoteh Warga - Robert Norris sudah lama meninggal. Enam tahun lalu. Tapi, sosok itu masih akrab dalam ingatan tentang topi koboi dalam iklan perdana Marlboro. 

Ada aura Barat saat seseorang mengenakan topi koboi, yang di Amerika dipakai oleh banyak kalangan, mulai dari pengembala, hingga para bandit atau mafia. 

“Dengan topi koboi Anda akan berjalan sedikit tegak dan melangkah dengan lebih percaya diri,” kata Jim Arndt penulis buku How to be a Cowboy

Mengutip herryboots.com, topi koboi, seperti yang kita ketahui, berevolusi dari Vaqueros asli, atau Koboi Meksiko, yang mengenakan sombrero bertepi lebar dan bermahkota tinggi saat menggembalakan ternak. 

Awalnya, topi koboi dirancang untuk melindungi para peternak sapi saat mereka bekerja keras, sepanjang hari, di bawah terik matahari barat.

Namun, dalam film-film para koboi yang memakai topi koboi jenis boss of the plains ditampilkan sebagai sosok yang jago tembak saat berperang dengan suku Indian. 

Jenis itu adalah perkembangan dari jenis topi koboi sebelumnya yaitu jenis bowlers seperti yang sering digunakan Charlie Chaplin. 

Topi jenis boss of the plains dipopulerkan John Batterson Stetson pada tahun 1865, terinspirasi dari ten-gallon hat yang sering dipakai oleh orang-orang Spanyol.

Sekarang ini topi koboi tidak lagi mesti mewakili Barat, apalagi sok-sok kebaratan. Topi koboi bahkan sudah menjadi identitas dari siapapun yang ingin mendeskripsikan dirinya dengan cara yang khas. 

Mirza Ferdian, warga Banda Aceh. [Foto: dialeksis.com]

Sujowo Tejo misalnya. Seniman nyentrik tapi religius ini juga akrab tampil dengan topi koboinya. Baginya, topi koboi juga cara dirinya menyampaikan sindiran. 

"Negara (Indonesia) ini, negara mafia. Dan, aku mau jadi mafia. Ya, (Pakai topi) ini bagian dari salah satu kekecewaan aku terhadap kondisi sekarang ini," ujarnya, saat ditemui di Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Agustus 2011. 

Makanya, ia kepengin menjadi mafia. Seperti halnya Don Corleone dalam The Godfather atau si Scarface Al Capone yang semasa hidupnya nyaris tidak tersentuh hukum karena kejahatan yang pernah dilakukannya.

Di Aceh, ada yang juga akrab dengan topi koboi fedora, yaitu Aryos Nivada. Tentu saja topi itu bukan sebatas perlengkapan pendukung pakaian.  

Melalui topi koboi pengelola media dialeksis itu hendak mendeskripsikan dirinya sebagai pribadi yang merdeka. Dalam artian keberadaannya tidak dibawah kendali orang lain, dan tidak pula menjadi bagian dari bayang-bayang pihak lain. 

Jiwa merdeka itu juga menunjukkan siapa Aryos Nivada dalam berpikir dan menyampaikan pikirannya. Dia bukan sosok yang bisa dihalangi jika hendak menyampaikan pikirannya. Jika ada sesuatu yang hendak disampaikan, maka akan disampaikan dengan terus terang. 

Orang-orang bisa jadi akan melihatnya sebagai sosok yang bisa jadi sangat keras. Namun, seperti Robert C Norris yang memakai topi koboi untuk iklan rokok namun tidak pernah merokok, Aryos secara humanis adalah pribadi yang lembut dengan siapapun, khususnya kepada mereka yang memang layak untuk disayangi. [mf]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI