Ini Tanggapan Mantan Ketua GNPF Tentang Polemik SKT FPI
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Eks Ketua GNPF Bachtiar Nasir turut bicara mengenai polemik Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI). Bachtiar menyebut ada kesalahpahaman.
"Itu barang kali bentuk kesalahpahaman," kata Bachtiar seusai acara Reuni 212 di Monas, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).
Menurut Bachtiar, tuduhan kepada FPI mengenai khilafah tidak tepat. Dia mendorong adanya dialog untuk mengklarifikasi kesalahpahaman tentang khilafah versi FPI.
"Kalau menurut saya tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah. Khilafah versi FPI tentu berbeda termasuk NKRI bersyariah. Perlu ada dialog," imbuh dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti 'Khilafah Islamiyah' yang ada dalam AD/ART FPI. Tito menyebut Kementerian Agama (Kemenag) masih mendalami hal tersebut.
"Mengenai masalah ormas terkait FPI, ini masih pada kajian di Kementerian Agama. Betul rekan-rekan dari FPI sudah buat surat di atas meterai mengenai kesetiaan atau pernyataan terhadap negara dan Pancasila. Tapi problemnya di AD/ART," kata Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).
"Di AD/ART itu di sana disampaikan tadi juga sudah dibacakan Pak Junimart bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiyah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengawalan jihad. Ini yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama karena ada pertanyaan yang muncul, karena ini ada kabur-kabur bahasanya," ucap Tito.
Ketum FPI Sobri Lubis pun memberikan penjelasan soal 'Khilafah Islamiyah' yang disorot Tito.
"Sudah terang benderang," ujar Sobri kepada wartawan, Jumat (29/11).
Sobri menyertakan poster berisi penjelasan lengkap soal makna 'Khilafah Islamiyah' dalam AD/ART FPI. Istilah 'Khilafah Islamiyah' itu sendiri terdapat dalam Pasal 6 AD/ART FPI, yang bunyinya:
Visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Syariat Islam secara kaaffah di bawah naungan khilafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan da'wah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.
Dalam penjelasan itu, disebutkan maksud dan tujuan pasal tersebut telah dijelaskan oleh Ketetapan Munas III FPI Tahun 2013 nomor: TAP/06/MNS-III/FPI/SYAWWAL/1434 H dan dituangkan dalam ART FPI. Maksud dari pasal 6 itu adalah sebagai berikut:
Menegakkan khilafah Islamiyah di zaman ini bukan dengan menghapus NKRI dan negara-negara Islam lainnya seperti Saudi, Mesir, Yaman, Turki, Pakistan, Malaysia, Brunei dan sebagainya. Akan tetapi dengan mensinergikan hubungan kerja sama semua negara Islam, khususnya anggota OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), untuk menghilangkan semua sekat yang ada di antara negara-negara tersebut.
Masih dalam penjelasan yang diberikan Sobri, ada 10 cara yang diusulkan dan diperjuangkan FPI dalam mewujudkan visi-misinya. Cara-cara yang diusulkan tersebut dari peningkatan fungsi dan peran OKI, pembentukan parlemen bersama dunia Islam, pembentukan pasar bersama dunia Islam, pembentukan pakta pertahanan bersama dunia Islam, penyatuan mata uang dunia Islam, penghapusan paspor dan visa antar-dunia Islam, kemudahan asimilasi perkawinan antar-dunia Islam, penyeragaman kurikulum pendidikan agama dan umum dunia Islam, pembuatan satelit komunikasi bersama dunia Islam, hingga pendirian mahkamah Islam internasional.
"Karenanya, FPI tetap setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika," tutup pernyataan yang dikirimkan Sobri. (im/detik)