Pemerintah Terapkan Sistem Identitas Tunggal untuk Perbaiki Data Penduduk
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah saat ini mulai menerapkan SIN (Single Identify Number/Sistem Identitas Tunggal) dalam menata data kependudukan dan meminimalisir kejahatan.
"Dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai Single Identity Number, masyarakat tidak perlu memiliki kartu banyak, cukup satu kartu bisa mewakili semuanya, karena NIK ini berlaku seumur hidup dan identitas lain wajib mencantumkan NIK-nya. Hal ini juga bisa untuk penegakan hukum dan pencegahan kriminal," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat memaparkan Pemanfaatan NIK untuk Perbaikan Base data Pemberi Bantuan Sosial di Kantor Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/08/2019) .
Selain itu, saat ini pemerintah juga sedang mengoptimalisasi pemanfaatan NIK dengan konsep SIN untuk bantuan sosial.
Tjahjo menyebutkan, NIK juga dapat digunakan untuk BPJS Kesehatan, keperluan beasiswa, Nomor Paspor, NISN/NPM, plat kendaraan dan nomor SIM.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 58 ayat (4), data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan adalah data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri antara lain untuk pemanfaatan sebagai berikut:
Pertama, pelayanan publik seperti pemberian bantuan sosial.
Kedua, perencanaan pembangunan seperti perencanaan pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, alokasi anggaran.
Keempat, pembangunan demokrasi seperti DP4 dan DAK2.
Kelima, pencegahan hukum dan pencegahan kriminal.
"Pemanfaatan data kependudukan ini sudah dilakukan MoU dengan 45 Kementerian/Lembaga dan 1.227 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerjasama (PKS)," kata Tjahjo.
Meski demikian, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil tetap melakukan monitoring untuk melihat akses data kependudukan setiap harinya.
Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
Mendagri menerangkan, penduduk Indonesia saat ini adalah 266.534.836 jiwa, sementara masyarakat yang wajib KTP adalah 193.365.749 jiwa.
"Jumlah penduduk Indonesia per Juni 2019 adalah 266.534.836 orang, dengan wajib KTP sebanyak 193.365.749 jiwa. Sementara itu dilaporkan hingga saat ini proses perekaman KTP-el adalah 98,78 persen," kata Tjahjo.
Dari jumlah tersebut sebanyak 191.000.595 jiwa atau 98,78 persen telah melakukan perekaman KTP-el. Sehingga, hanya 2.365.154 jiwa atau 1,22 persennya belum melakukan perekaman KTP-el.
"Untuk 1,22 persennya karena faktor geografis, tapi kami terus upayakan untuk jemput bola dan meminta partisipasi aktif masyarakat," ungkapnya.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan pemerintah sedang fokus untuk menerapkan SIN di berbagai sektor. Sistem ini menggunakan NIK yang tercantum KTP elektronik.
Menurut dia, dengan sistem identitas tunggal ini, warga yang memiliki lebih dari satu kartu tanda penduduk (KTP), maka KTP lamanya otomatis akan terblokir.
"Jika punya dua KTP, maka ketika punya KTP elektronik, KTP lama akan terblokir. Ini perlu agar penduduk tidak punya data banyak," kata Zudan di Jakarta, Rabu (8/5/2019), seperti dikutip Republika.
Ia menjelaskan KTP elektronik ini nantinya akan terkoneksi dengan data yang terdapat pada Surat Izin Mengemudi (SIM), kartu BPJS, asuransi, pajak, TNI-Polri dan Badan Pertanahan Nasional. "Nanti semua data terintegrasi," katanya.
Namun, Kemendagri meminta agar masyarakat tidak risau dengan pengintegrasian data kependudukan dengan sejumlah lembaga karena kerahasiaan data dijamin. "Data masyarakat Indonesia perlu kita manfaatkan serta jaga kerahasiaannya," kata Zudan.(me/dbs)