Selasa, 07 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Bea Cukai Aceh Kerahkan Radar dan Drone Awasi Laut dari Penyelundupan Narkoba

Bea Cukai Aceh Kerahkan Radar dan Drone Awasi Laut dari Penyelundupan Narkoba

Selasa, 07 Oktober 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Provinsi Aceh, Leni Rahmasari. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Data yang menunjukkan bahwa hampir separuh penindakan narkotika nasional hingga Agustus 2025 terjadi di wilayah Aceh sempat menimbulkan persepsi publik bahwa provinsi ujung barat Indonesia ini menjadi jalur utama masuknya narkoba ke Tanah Air.

Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Provinsi Aceh, Leni Rahmasari mengatakan tingginya angka penindakan justru mencerminkan ketatnya pengawasan di wilayah laut dan darat Aceh. 

“Bukan berarti separuh narkoba yang masuk ke Indonesia berasal dari Aceh, melainkan hampir separuh penindakan terjadi di Aceh. Itu artinya aparat kita bekerja keras dan berhasil menggagalkan banyak upaya penyelundupan,” ujarnya saat dimintai tanggapan oleh media dialeksis.com di Banda Aceh, Selasa, 7 Oktober 2025.

Ia menegaskan bahwa intensitas patroli dan sinergi antarlembaga terus diperkuat. Bea Cukai bersama Polri, BNN, dan TNI AL secara rutin melakukan operasi gabungan di titik-titik rawan, termasuk di pelabuhan kecil dan jalur nonresmi yang dikenal sebagai pelabuhan tikus.

“Celah-celah kecil ini menjadi sasaran utama patroli laut kami. Kami juga melibatkan masyarakat pesisir sebagai mitra pengawasan. Dengan dukungan intelijen dan laporan warga, kami bisa mendeteksi pola pergerakan yang mencurigakan,” jelas Leni.

Terkait adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dalam meloloskan narkoba, Leni menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memiliki sistem pengawasan internal yang ketat.

“Setiap kantor memiliki unit kepatuhan yang memantau integritas pegawai. Kami menerapkan prinsip zero tolerance terhadap narkoba dan korupsi. Tidak ada kompromi bagi pegawai yang terbukti terlibat. Penegakan disiplin kami lakukan seketika, bersamaan dengan pelaporan ke aparat penegak hukum,” katanya.

Selain pengawasan, menurut Leni, pembinaan nilai integritas dan budaya antikorupsi juga diperkuat secara berkelanjutan agar seluruh jajaran Bea Cukai bekerja dengan profesional dan tidak tergoda oleh jaringan kejahatan terorganisasi.

Dengan panjang garis pantai dan posisi strategis di jalur Selat Malaka, Aceh menjadi wilayah yang sangat menantang untuk diawasi. 

Bea Cukai, kata Leni, kini mengandalkan teknologi pengawasan modern, termasuk radar laut, kapal patroli dengan sistem pemantau canggih, dan drone pengintai.

“Kapal patroli kami dilengkapi radar pemantau yang mampu mendeteksi pergerakan kapal di sekitar perairan rawan. Pengawasan jadi lebih terukur, efektif, dan dapat mempersempit ruang gerak sindikat penyelundupan,” tuturnya.

Bea Cukai juga melakukan analisis intelijen atas pola pergerakan kapal, riwayat penindakan, dan informasi kerja sama internasional untuk memetakan jalur masuk narkoba. 

"Dengan data itu, patroli bisa lebih tepat sasaran,” tambahnya.

Meski penindakan meningkat, jumlah narkoba yang diselundupkan tetap besar. Leni menilai hal ini bukan karena lemahnya operasi, tetapi karena sindikat internasional terus beradaptasi.

“Evaluasi rutin terus kami lakukan bersama TNI AL, Polairud, dan BNN. Setiap operasi gabungan selalu kami tinjau efektivitasnya agar strategi penindakan makin tajam,” ujarnya.

Ia menambahkan, peran Bea Cukai lebih banyak pada menggagalkan upaya penyelundupan di pintu masuk dan memberikan asistensi intelijen kepada aparat penyidik.

“Menangkap otak besar jaringan narkotika adalah ranah Polri dan BNN, tapi kami membantu mereka menelusuri data pergerakan dan pola jaringan,” kata Leni.

Mengapa Aceh tetap menjadi pilihan sindikat internasional untuk menyelundupkan narkoba ke Indonesia? Leni menjelaskan bahwa faktor geografis dan sosial menjadi penyebab utamanya.

“Garis pantai Aceh sangat panjang dan memiliki banyak wilayah pesisir terpencil yang sulit dijangkau patroli rutin. Letaknya di jalur strategis Selat Malaka membuatnya ideal sebagai titik transit bagi jaringan internasional,” jelasnya.

Selain itu, sebagian masyarakat pesisir masih bergantung pada aktivitas laut dan perikanan, yang kadang dimanfaatkan oleh sindikat untuk menyamarkan penyelundupan. 

“Oleh karena itu, pendekatan sosial juga penting. Kami libatkan masyarakat sebagai early warning system,” imbuhnya.

Sebagai komitmen jangka panjang, Bea Cukai Aceh bertekad agar provinsi ini tidak lagi dicap sebagai pintu gerbang narkoba Indonesia.

“Sinergi kami dengan Polri, BNN, TNI, dan pihak keamanan bandara internasional diperkuat. Kapal patroli kami dilengkapi teknologi pemantauan modern. Setiap upaya penyelundupan harus dihadapi secara cepat, tegas, dan menyeluruh hingga ke akar jaringan,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI