kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / The Aceh Institute: Pemilu Damai Dimulai dari Kepatuhan pada Aturan

The Aceh Institute: Pemilu Damai Dimulai dari Kepatuhan pada Aturan

Sabtu, 23 November 2024 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Eksekutif Aceh Institute, Muazzinah Yacob. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif Aceh Institute, Muazzinah Yacob, menyoroti pentingnya memahami peran dan aturan dalam menciptakan suasana damai selama pemilu.

Menurut Muazzinah, menciptakan kondisi damai dalam pemilu dimulai dari pemahaman aturan yang jelas oleh semua elemen terkait. 

"Semua orang atau semua elemen yang terlibat dengan konteks pemilu itu harus sadar tupoksinya masing-masing," tegasnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (23/11/2024).

Hal ini, menurutnya, berlaku terutama bagi penyelenggara pemilu yang memiliki tanggung jawab besar memastikan proses berlangsung sesuai aturan.

Dalam hal ini, kata Muazzinah, pemilu merupakan pesta demokrasi yang idealnya membawa semangat kebersamaan dan kedamaian. 

Namun, realitas di lapangan seringkali menunjukkan berbagai tantangan, termasuk potensi konflik dan kegaduhan. 

Selain penyelenggara, peserta pemilu juga memegang peran krusial dalam menjaga suasana damai. "Peserta harus paham aturan, terutama saat masuk masa tenang. Atribut kampanye sudah harus diturunkan," kata Muazzinah. 

Pelanggaran terhadap aturan ini, menurutnya, dapat menjadi pemicu konflik yang tidak diinginkan.

Ia juga mengingatkan pentingnya semua pihak bertindak sebagai pemilih yang bijak dan bertanggung jawab. 

"Jangan ikut-ikutan dalam hal-hal yang tidak diinginkan. Ingat, pemilihan kepala daerah ini adalah dari kita, untuk kita, dan milik kita bersama sebagai orang Aceh," ujarnya.

Muazzinah juga menyampaikan pesan khusus untuk tim sukses calon kepala daerah. Ia meminta agar strategi kampanye lebih berfokus pada opini yang membangun, bukan serangan pribadi. 

"Kalau mau menyerang, lakukan dalam konteks opini yang membangun, bukan menyet-nyet atau menyerang hal-hal pribadi. Itu mencederai demokrasi," ungkapnya.

Muazzinah mengingatkan bahwa pemilu bukanlah ajang untuk saling menjatuhkan, melainkan kesempatan untuk memperkuat demokrasi. 

"Kita harus ingat, jangan sampai pemilu ini membuat kita ribut sesama kita sendiri. Ini mencederai demokrasi di Aceh. Kalau dalam bahasa Aceh, menyet nyetlah. Mari kita jalankan pesta demokrasi ini dengan damai," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda